Ulasan Buku ‘Kecerdasan Dalam Pandangan Islam’ karya Imam Ibnul Jauzi

Bismillah, Alhamdulillah. Kecerdasan adalah anugrah paling istimewa yang dimiliki oleh manusia. Dengan hal itu, manusia mampu memahami segala fenomena kehidupan secara mendalam, mengetahui suatu kejadian dan mengambil hikmah dan pelajaran darinya, menjadikan lebih beradab dan bijak. Oleh karena itu, sudah tentu kecerdasan sangat diperlukan manusia dalam menjadi kehidupan.

Buku ini ialah salah satu karya ulama dan cendekiawan muslim terkemuka, Ibnul Jauzi, yang berjudul Akbar Al Adzkiya’. Di dalamnya, penulis membahas akal, kecerdasan, serta kisah orang-orang cerdas dalam menghadapi dan menyikapi hidup. Diawali dengan kecerdasan para Nabi, kemudian para sahabat, ulama, cendekiawan dan diakhiri dengan sisi kecerdasan yang dimiliki hewan. Metode yang dipaparkan sangatlah menarik, sesuai dengan gaya kepenulisan ulama abad itu dengan menyampaikan riwayat-riwayat hadist dan atsar, sehingga validitas dan keotentikan kisahnya tak perlu diragukan lagi dan sangat layak dibaca!

Keutamaan Akal

Antara seseorang yang ‘banyak sholat malam dan sedikit tidurnya’ dengan yang ‘sedikit sholat malam dan banyak tidurnya’, yang utama diantara keduanya ialah yang paling berakal, yang dengan itu ia lebih utama di dunia dan di akhirat.

Jangan kagum dengan keislaman seseorang sebelum engkau mengetahui kelurusan akalnya. Allah SWT menyempurnakan akal bagi siapa yang Ia cintai dan menguranginya dari siapa yang Ia benci. Tidak ada sesuatu yang jauh lebih baik dibandingkan akal, dengan itu Allah memberi, mengambil dan menghukum. Tidak ada sesuatu yang paling menyiksa setan dibandingkan seorang mukmin yang berakal. Sungguh, ada dua orang yang benar-benar sama dalam perbuatan baik, namun jarak antara keduanya bagaikan Timur dan Barat atau lebih jauh lagi bila salah satunya lebih berakal daripada yang lainnya.

Seseorang yang paling berakal tentang Allah SWT adalah ia yang paling baik amalnya. Tidaklah seseorang diberi anugrah setelah keimanan yang lebih utama daripada akal. Sesungguhnya orang-orang berhaji, berumrah, berjihad, shalat dan berpuasa, dan pada hari kiamat nanti, tidaklah diberi kecuali sesuai dengan kadar akal mereka. Sesungguhnya seseorang itu bersenang-senang di surga sesuai dengan kadar akalnya.

Hakikat Akal dan Tempatnya

Akal adalah cahaya. Akal adalah suatu kekuatan yang dengannya dibedakan antara hakikat dan maklumat. Akal adalah suatu bentuk dari ilmu-ilmu essensil (sangat diperlukan), yaitu pengetahuan tentang mungkinnya hal-hal yang mungkin dan tidak mungkinnya hal-hal yang mustahil. Akal adalah inti esensi sederhana. Akal adalah tubuh transparan. Akal adalah pikiran yang engkau peroleh dengan pengalaman.

Tempatnya akal adalah qolb (hati).

Makna Pikiran, Pemahaman dan Kecerdasan.

Pikiran ialah kekuatan jiwa untuk bisa menghasilkan pandangan-pandangan. Pemahaman ialah kualitas kesiapan untuk kekuatan ini. Kecerdasan ialah kualitas intuisi dari kekuatan ini yang terjadi dalam periode yang pendek tanpa jeda, lalu orang yang cerdas ialah ia yang mengetahui makna perkataan ketika mendengarnya.

Dengan ini mereka menetapkan bahwa batas pemahaman ialah mengetahui makna perkataan ketika mendengarnya. Juga, cepat dan tajamnya pemahaman tersebut.

Ciri-ciri Orang yang Berakal dan Cerdas

Sikap yang moderat dan penampilan yang sesuai adalah menunjukkan kekuatan akal dan kebagusan pikiran. Seimbangnya tubuh, ringannya gerakan, banyaknya akal, bersihnya tauhid dan baiknya keturunan.

Berakalnya orang yang berakal ditunjukkan oleh ketenangannya, diamnya, tunduknya, pandangannya, gerakan-gerakannya pada tempat-tempatnya, dan memperhatikan akibat-akibat sehingga tidak tergesa-gesa mengikuti syahwat bila akibatnya membahayakan. Engkau melihatnya mempertimbangkan keputusan, lalu memilih yang tertinggi dan yang paling terpuji akibatnya, yaitu dalam hal makanan, minuman, pakaian, perkataan dan perbuatan serta meninggalkan apa yang ditakutkan bahayanya, dan siap terhadap apa yang mungkin terjadi.

Orang yang berakal ialah yang rendah hati terhadap yang diatasnya, tidak merendahkan yang di bawahnya, menahan kelebihan dari perkataannya, memperlakukan manusia sesuai akhlak mereka dan iman membentengi apa yang ada diantara dirinya dan Rabbnya, maka ia berjalan di dunia dengan ketakwaan dan pengendalian diri.

Seseorang tidak akan sempurna hingga akal tersebut memiliki sepuluh hal yaitu 1) aman dari kesombongan, 2) mengharapkan kelurusan, 3) hanya merasakan makanan dari keduniaan sementara selebihnya disalurkan, 4) rendah hati lebih disukainya daripada penghormatan, 5) kerendahan diri lebih disukainya daripada kemuliaan, 6) tidak jemu menuntut ilmu sepanjang hidupnya, 7) tidak bosan mencari kebutuhan dari sisinya, 8) menganggap banyaknya kebaikan daripihak lain, 9) menganggap sedikitnya kebaikan dari dirinya sendiri, dan 10) memandang semua penduduk dunia lebih baik daripadanya sementara ia adalah yang paling buruknya. Bila ia melihat kebaikan dari itu maka hal itu mengembirakannya dan ia berharap akan berjumpa dengannya, dan bila melihat yang buruk dari itu maka ia berkata ‘Boleh jadi ia akan selamat sementara aku sendiri binasa’. Maka di situlah sempurnanya akal.

Kolom Opini

Ada begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh dari buku ini. Berbagai nukilan yang disampaikan juga bisa menguji tingkat pemahaman kita di dalamnya. Berbagai nukilan ini juga seperti kisah-kisah detektif seperti Sherlock holmes, Conan, ridles, dan sungguh ini rasanya jauh lebih baik. Dari sini, pengulas merasakan bahwa seorang muslim itu memiliki firasat yang kuat, yaitu tentang kekuatan iman dan kebaikan akalnya untuk bisa menyelesaikan berbagai permasalahan, melawan setan, dan merasakan hidup yang jauh lebih bermakna. Buku ini menjadi seperti penggaris untuk diri sendiri, mengukur kecerdasan diri sendiri dan bukan untuk mengukur orang lain. Jika hal itu terlintas, ingatlah ungkapan “Boleh jadi ia akan selamat sementara aku sendiri binasa”. Buku ini seperti membawa pada cara hidup yang baru, bagaimana seseorang berusaha untuk menjadi seseorang yang cerdas dalam menjalani kehidupan. Bahwa semakin baik seseorang menggunakan akalnya, semakin ia menyadari keterbatasannya dan mengagumi keagungan Allah SWT~

Pengulas: Azila Nuzwar

Feeling Enough

Tentang Rasa

Bismillah, Alhamdulillah. Tentang merasa cukup atau yang biasa kita kenal dengan qona’ah, seperti sebuah sikap merasa cukup atas pemberian Allah SWT atas berbagai hal nya. Sebuah rasa merasakan kekayaan bahkan di saat orang lain begitu cemas dan melihat orang tersebut hidup dalam kekurangan. Dimana orang yang memiliki sikap ini akan tenang dalam menjalani kehidupan. Ia tidak mau meminta-minta, ia juga tak berharap pada orang lain, termasuk kekayaannya, ia bahkan suka menolong, sekalipun orang lain melihatnya patut untuk ditolong. Ia lebih memilih lapar dan berusaha sangat keras dibandingkan meminta, ia juga tak tertarik dengan berbagai harta benda di luar sana, ia merasa cukup dengan apa-apa yang Allah SWT titipi padanya, bahkan ia merasa sangat kaya, segala hal yang dititipi padanya saat ini begitu terasa ‘berlebih’ untukya, sehingga ia juga suka berbagi. Ia mampu menikmati hal-hal yang begitu sederhana, dimana orang lain menganggapnya “apa enaknya?”. Walau ada banyak kesusahan dan kesulitan yang datang, ia tetap terlihat tenang dan bersyukur bahwa nikmat yang dititipkan padanya masih sangat banyak dibandingkan kesusahan dan kesulitan itu, sehingga ia tetap terlihat baik-baik saja. Terhadap apa-apa yang berlalu ia tidak sedih, pun juga terhadap apa yang akan datang ia tak cemas. Ia seperti orang lain pada umumnya, ia bekerja, ia belajar, ia hidup seperti manusia biasa, tapi sungguh hatinya sangat merasa cukup atas berbagai hal dan ia telah merasakan surga walau ia masih di dunia. Orang yang qona’ah pada realitasnya tidak selalu hidup sederhana, juga bisa jadi adalah sangat kaya, ditambah kekaaan hatinya yang merasa cukup membuatnya begitu teramat kaya dan bahagia tentunya. Ia mampu beristirahat dengan tenang, ia tak terikat dengan berbagai hal nya karena apapun yang terjadi baginya semuanya cukup. Sungguh, enough is enough Alhamdulillah~

Tentang Dunia dan Manusia

Dunia tak pernah punya titik untuk berhenti. Semakin ia dikejar, semakin dunia kan menarik mu. Hingga suatu saat akan tiba di suatu batas point-of-no-return, sebuah kematian? Walaupun hal yang dikejar itu positif?

Ya, semua hal yang kita anggap positif hanyalah sekedar justifikasi di dalam pikiran. Karena pada dasarnya secara metafisis, alasan hanyalah konstruksi dari kehendak manusia. Ketika kita melakukan sesuatu, kita bisa memunculkan ribuan alasan yang logis untuk bisa mendukung tindakan tersebut, meskipun sebenarnya kita hanya sekedar ‘ingin’ melakukannya. Itulah luar biasanya ‘logika’, alat rasionalisasi hasrat paling efektif. Sehingga tak jarang perkara meluruskan niat membutuhkan kesucian hati untuk bisa melakukannya. Rasulullah SAW pernah bersabda:

Seandainya manusia memiliki satu bukit emas, niscaya ia akan mengharapkan dua bukit emas lagi, dan tidaklah perutnya dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah akan menerima taubat siapa yang bertaubat

HR.Bukhari No.6439

Itulah mengerikannya hasrat dunia dan hawa nafsu, sebuah sikap tamak yang lawannya ialah merasa cukup atau qona’ah. Hasrat dunia dan hawa nafsu ini punya kemampuan auto-update. Semakin dipenuhi, semakin besar keinginannya. Seseorang yang terbiasa makan singkong sehari-harinya, ketika merasakan makan nasi dan ayam, maka makan singkong tak senikmat biasanya. Sekali hasrat dunia terpenuhi, ia akan auto-update dan no-return, membuat kita lupa kondisi awal, sehingga bersyukur sering menjadi hal yang sulit bagi manusia.

Itulah kenapa kita harus berhati-hati dengan dunia. Dalam khazanah tasawuf, dunia digambarkan seperti lautan, yang semakin kita meminumnya maka kita akan semakin haus. Salah satu hikmah batiniah dari riwayat nabi-nabi yang berurusan dengan laut. Seperti nabi Nuh a.s. yang membangun bahtera, nabi Musa a.s yang membelah dan berjalan ditengah lautan, nabi Yunus a.s yang terbawa ke kedalaman lautan oleh ikan dan nabi Isa a.s yang berjalan diatasnya. Kisah ini membawa makna simbolik tentang sikap kita terhadap laut yang merupakan representasi dari dunia, yang luas, memiliki begitu banyak hal menarik dan indah di dalamnya, tapi ia menenggelamkan. Lalu, apakah semua hal yang berususan dengan duniawi harus dihindari?

Tentu tidak. Karena yang tertarik pada dunia hanya sekedar ‘jasd’ kita saja, dimana manusia terdiri dari jasd, nafs dan ruh. Yang harus dikendalikan hanyalah jasd dan yang mengendalikan adalah nafs. Diibaratkan bahwa jasd adalah kuda dan nafs adalah penunggang kuda. Idealnya tentu kuda harus patuh pada penunggangnya. Penunggang harus tahu apa yang dibutuhkan si kuda untuk tetap menjalankan misinya dengan memberikan kadar yang secukupnya, agar ia bisa mengendalikan kuda tersebut. Tidak mengekangnya karena kuda juga memiliki kebutuhan, seperti makan, minum, buang air, dll.

Jasd punya magnet terhadap hal-hal duniawi sebagai kebutuhan dasar, tapi ia membutuhkan tuntutan yang ketat oleh nafs agar nafs kita tahu cara menundukkannya. Lalu, dunia hanya seperti kuda?

Begitulah pengibaratannya, dimana dunia hanya sekedar hewan tunggangan dimana ada tujuan yang ingin dicapai oleh nafs, suatu amr yang ditetapkan Allah SWT padanya untuk dipenuhi, mengingatkan betapa pentingya tazkiyatun nafs dalam kehidupan kita.

Barangkali, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk agar kita bisa bersikap qonaah:

  1. Menyadari jika ada hal-hal yang diinginkan tidak lah harus dipenuhi, mencoba jujur terhadap hal-hal yang sebenarnya lebih penting
  2. Hiduplah untuk memberi, bukan menerima. Rutin berbagi kepada makhluk hidup lainnya, melalui harta, ilmu dan kontribusi. Kepada manusia, hewan ataupun tumbuhan. Baik dalam keadaan sempit ataupun lapang.
  3. Menundukan pandangan terhadap nikmat-nikmat pada orang lain. Yakinlah, jika itu rezeki kita maka ia akan tetap sampai kepada kita. Karena kekayaan itu letaknya di hati dan kemiskinan itu letaknya di mata. Lihatlah orang-orang yang kurang beruntung di bandingkan kita agar kita bisa bersyukur dan merasa cukup
  4. Jika ada hal-hal yang menjadi keinginan kita, berdoa dan berusahalah terhadap sebab-sebab yang bisa mewujudkan doa tersebut. Apapun hasilnya, teruslah bersyukur dan yakinlah bahwa ini semuanya sudah sangat banyak
  5. Bekerjalah untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jangan meminta-minta sekalipun itu kepada keluarga dekat
  6. Hidup sederhana, baik dari tempat tinggal, makanan, pakaian, atau lainnya.
  7. Terus belajar terhadap hal-hal yang sedang dibangun untuk bisa merasakan keberkahannya nanti.
  8. Membiasakan diri untuk berdoa semoga Allah memberikan sikap qona’ah, ridho, terhadap kita,
  9. Bersyukurlah kepada Allah SWT selalu apapun yang terjadi, bersyukurlah terhadap orang lain dengan ucapan terimakasih padanya apapun yang terjadi
  10. Dll

Lalu, semoga, Allah SWT memberikan sikap qona’ah terhadap hati kita, sehingga kita bisa merasakan surga di dunia, kapanpun, apapun, dimananapun:”)

Silent

Bismillah. Diam, salah satu cara untuk bisa selamat. Banyak manfaat yang bisa dihasilkan oleh lisan, tapi juga begitu banyak pula dampak negatifnya, yang apabila seseorang tidak menyadari dan menjaganya, maka sungguh akan sangat berbahaya.

Sebagai salah satu bagian tubuh, lisan begitu memiliki pengaruh yang besar terhadap apa-apa yang dihasilkannya. Tak seperti tangan untuk memindahkan sesuatu, kaki untuk berpindah tempat, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, kulit untuk meraba, tapi lisan, jangkauannya begitu luas tidak terbatas pada ruang dan waktu.

Kita tahu bahwa apa-apa yang terucap adalah sebuah pertanggungjawaban. Semakin banyak yang terucap, semakin banyak pula hisabnya. Tersering, ucapan yang berlebihan itu tidak bermanfaat, ucapan tentang sesuatu bisa menjadi riya, sebuah tanya bisa menyakitkan atau membuat orang lain tertekan, pujian juga dapat berbahaya, setiap ucapan itu memberi beban dan berbagai hal lainnya tentang betapa bahayanya sebuah lisan:”). Maka, wajar sekali Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa diam, niscaya akan selamat

HR.Tirmidzi

Tersadar, bahwa barangkali yang membuat social media memiliki dampak negatif diantaranya depresi, kecemasan dan lainnya ialah bukan karena seseorang membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, tetapi ialah karena bahaya dari lisan tersebut (salah satunya) di dalam bentuk tulisan dimana setiap orang begitu mudah menyampaikan apa-apa yang ingin dikeluarkan oleh lisan. Derasnya arus informasi juga salah satunya di sebabkan oleh kebutuhan setiap orang untuk mengekspesikan dirinya pada dunia, tetapi, barangkali penting untuk setiap kita menyadari bahwa menahan diri untuk diam ialah sebuah keutamaan:”). Rasulullah SAW bersabda:

Diam adalah kebijaksanaan, dan sedikit yang bisa melakukannya.

HR.Abu Manshur ad-dailami

Sungguh, diam itu bisa menghasilkan ketenangan, terutama jika ia dibersamai dengan dzikir. Walau benar ada hal-hal yang kita sebaiknya penting untuk tetap bicara, tetapi lebih banyak diam itu jauh lebih baik. Sekedar tips untuk ini diantaranya:

  1. Biasakanlah untuk diam di dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Berfikir sebelum bicara, dengan membiasakan bertanya dua pertanyaan: a) Apa manfaatnya?, b) Dampaknya nanti?

Barangkali ini sebuah tips sederhana di era saat ini yang agaknya diam adalah sesuatu yang sulit…, tapi semoga bisa dimudahkan kita dengannya agar tetap baik-baik saja:”)

Melatih akhlak dapat dimulai dari melatih lisan. Mengucapkan kalimat sopan bila kita ingin memperbaiki apa yang terlihat, maka Allah SWT akan memperbagus yang tak terlihat

Quotes di video Nussa edisi ‘Tolong dan Terimakasih’

Let it flow

Bismillah, aliran waktu akan terus berjalan setiap detiknya bersama dengan apa-apa yang membersamainya, sehingga ada masa lalu, masa kini dan masa depan. Masa lalu hadir untuk bisa kita mengambil pelajaran, masa depan kan hadir untuk dipersiapkan, masa kini hadir untuk bisa dijalankan. Tapi, sesederhana itu kah? Kenapa seseorang sulit melupakan masa lalu, bingung dan menunda di masa kini, ataupun cemas dan takut terhadap masa depan?

Barangkali, ialah karena seseorang tidak mengalir di putaran semesta ini. Bahwa ia belumlah menjadi seperti air, yang dinamis berusaha menemukan setiap jalan, yang memiliki idealisme1 tapi tetap bisa menyesuaikan dengan lingkungan, yang terus berevolusi setiap waktunya2, yang terus bisa memberikan kehidupan bagi sekitarnya3.

Tapi, bagaimana caranya manusia bisa menjadi seperti air?

Sesederhana dengan bekerja, dengan membagikan ilmu dan hartanya, dengan berkontribusi, dan lain-lainnya. Karena dengan itu, segala kebaikan bisa mengalir, menjadi keberkahan tak henti-hentinya.

Setiap orang memiliki putaran waktunya tersendiri, dimana setiap hal di dalam kehidupan telah tertulis di dalam Lauh Mahfudz, tentang rezeki, nasib, jodoh, kematian, dan berbagai hal. Allah SWT menerangkan hal ini agar kita tidak bersedih terhadap apa-apa yang luput dari kita dan tidak berbangga terhadap apa-apa yang kita peroleh. Lalu, apa yang akan di bahas di sini zil?

Jika kita belum nyaman dalam menjalani kehidupan ini, merasakan stres, overwhelmed, lelah, bosan dan berbagai hal kondisi emosional lainnya, barangkali ialah karena ada hal-hal yang belum mengalir dari diri kita sendiri. Baik itu dari luas dan dalamnya ilmu, harta, energi, dan berbagai hal lainnya. Tapi, bagaimana jika seseorang tak menemui kesempatan itu?

Kesempatan itu selalu ada kok, bahkan kita selalu bisa menghadirkannya. Selalulah aktif berkegiatan, baik itu belajar, membuka usaha, menanam tanaman, belajar ngoding, membaca buku, aktif di komunitas, investasi, saling berbagi makanan ke tetangga, silaturahim, serta berbagai kegiatan lainnya yang bisa kita lakukan agar kita dan apa-apa yang membersamai kita kan terus mengalir~

Dengan terus berusaha meluruskan niat dan memaksimalkan keikhlasan. Walau tak jarang, ini akan melelahkan, tak memperoleh uang, apresiasi, dll, tapi semoga Allah SWT melihat kita sebagai seorang hamba yang diridhoi-Nya dan kelak akan ada saja jalan yang terbuka nantinya InsyaaAllah. Lalu, apakah yang jauh lebih baik selain ridhonya Allah SWT? :”)

Notes: 1: (keterikatan partikelnya berbeda dengan padatan dan gas), 2: (air, hujan, awan, dll), 3: (air adalah sumber kehidupan, bahkan 70% dari komposisi tubuh manusia terdiri dari cairan).

Mengenal Diri dengan Menulis

Resume ini berasal dari Kelas Kepenulisan Wordshop #1 berjudul Mengenal Diri dengan Menulis oleh kang Aditya Firman Ihsan pada 31 Oktober 2020 oleh komunitas literasi Eliterate. Berikut uraiannya:

Mungkin, kita sudah tidak asing lagi dengan ungkapan, “Jadilah diri mu sendiri”, “Banggalah dengan siapa pun dirimu”, “Terimalah diri mu apa adanya”, “Cintailah dulu diri mu sendiri”, ataupun “Hanya diri sendiri yang bisa kamu percaya”. Pertanyaan paling dasar yang bisa kita ajukan kembali ialah?

diri yang mana?

Apakah diri yang senang nonton drama korea? Diri yang sukar tersenyum dengan orang lain? Diri yang bikin akun instagram karena yang lain pakai juga? Diri yang ingin post medsosnya di-like? diri yang ingin ke bioskop ketika melihat film baru tayang? diri yang malas pakai helm karena cuma ke Alfamart yang dekat? Diri yang merasa stres dengan Matematika? Atau, diri yang ingin kuliah di luar negeri karena ingin jalan-jalan?

Ada yang harus kita perhatikan di dalam diri kita sendiri, yaitu tentang tipuan diri. Jika kita memimpikan sesuatu, menginginkan sesuatu, membayangkan sesuatu, memikirkan sesuatu, merasakan sesuatu, bagaimana kita ‘yakin‘ itu adalah diri kita?

Pernahkah juga kita bertanya tentang, “Apa yang sebenarnya aku inginkan?”, “Apa yang aku kejar dalam hidup?”, “Kenapa aku melakukan semua yang aku lakukan?”, ataupun “Apa benar semua alasan yang ku kerjakan?”. Lalu, apa yang harus kita lakukan saat kita memahami bahwa seorang manusia itu begitu kompleks?

1. Berantakannya Pikiran

Setiap detik informasi selalu masuk ke kepala kita baik melalui mata, telinga ataupun indra lainnya. Pikiran kita lantas hanya seperti sebuah tempat sampah dimana tumpukan informasi ditumpuk begitu saja tanpa ada penataan sama sekali.

2. Kehilangan Jejak Perjalanan

Seringkali seseorang melakukan suatu perjalanan, tetapi belum tahu akan menuju kemana, tapi juga tidak tahu sudah berjalan sejauh apa dan dari mana.

3. Tidak Tahu Apa yang Sudah di Tahu

Jika kamu membeli satu buku setiap harinya selama bertahun-tahun, menaruhnya satu persatu di lemari mu. Ingatkah kamu punya buku apa saja?

Jika kita merenungkan beberapa hal, “Seberapa sering kita membaca koran atau informasi di internet dan kemudian merespon singkat dalam pikiran berupa komentar bisu?”, “Seberapa sering kita berada di tengah waktu luang atau selagi menunggu angkot atau ketika berkendara, melayangkan pikiran ke berbagai hal terkait dunia dan hidup ini?”, “Seberapa sering terlintas baik dalam bentuk abstrak maupun jelas, mimpi-mimpi atau keinginan terpendam dalam pikiran kita?”. Kemanakah semua lintasan pikiran itu sekarang? Ada satu hal yang perlu kita renungkan kembali bahwa:

4. Diri yang Jarang Diperhatikan

Bayangkan, jika kamu punya kawan yang berbulan-bulan atau bertahun-tahun tidak kamu temui, hingga pada suatu ketika kamu merasa asing dengannya. Diri mu ialah seseorang yang 24 jam bersama mu sedari lahir hingga sekarang, dirimu ialah kawan mu~

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi itu semua?

dengan menulis^^. Dimana dengan menulis kita dapat:

a. Restruksturisasi Pikiran. Menulis tidak sama dengan bicara. Yang keluar awet membentuk keutuhan dan mengeluarkannya tidak butuh spontanitas.

b. Merekam Jejak. Tulisan menjadi penanda kita dalam alur waktu dan perjalanan kehidupan.

c. Kristalisasi Pengetahuan. Menulis seperti cara pikiran keluar untuk bisa menjadi realita. Kita sering merasa pikiran kita tumpul, sering merasa tidak punya pemikiran atau gagasan yang bagus, sering merasa kering akan ide, sering merasa otak sudah usang dibandingkan orang-orang hebat di luar sana, sering merasa tidak cukup berwawasan untuk bisa memberi solusi. Padahal, tanpa kita sadari, banyak yang sudah ada di pikiran kita mengalami dorman, padam, berkarat, tertidur, menanti untuk diaktifkan, ditata ulang, disuusn rapih, dan diruangkan dalam kata-kata sarat gagasan.

d. Eksplorasi Diri. Banyak yang terpendam dalam diri hanya ditemukan ketika kita menuangkannya.

Tapi, apa yang harus ditulis? Apapun itu, baik berupa jurnal harian ataupun berbagai bentuk tulisan lainnya (misalnya opini). Jadikan sebagai kebiasaan dan jangan lupa mengarsipkannya. Pengalaman itu adalah sesuatu yang sangat berharga hanya jika ia direnungkan, jika tidak, ia hanya sekedar menjadi pengalaman saja, dan tanpa sadar kita adalah seseorang yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman. Dengan menulis, kelak diri akan bisa mengeceknya kembali untuk menemukan mutira-mutira hikmah yang sempat belum kita mampu sadari saat itu ataupun yang kita lupakan saat ini~

Kolom Opini

Sebuah hadist mengatakan bahwa “seseorang itu diciptakan terhadap apa ia dimudahkan”. Hal ini dapat diartikan untuk mengenali diri dan apa yang menjadi kekuatannya dari banyak pengalaman yang telah terjadi. Terlebih, seseorang itu dinilai dari apa yang menonjol dari dirinya, karena hal tersebut dapat menutupi kekurangannya.

Pun juga, ketika Allah SWT mengkehendaki kita menjadi sesuatu, maka Allah akan mempersiapkan apa-apa yang menjadi sebab itu! So, enjoy the process to explore who you are^^

Kala

Kala matahari malu-malu menampakkan diri,
Segarnya pagi ditambah angin menggelitik nadi,
Indah sekali sambil lari pagi telusuri jalan-jalan sepi,
Walau tak ada yang menemani,
Selalu ada Tuhan yang membersamai,
Jadinya tak pernah sendiri.

Kala matahari cerah merekah memanasi bumi,
Terhanyut didalam hari, konsentrasi,
Indah sekali saat perut lapar minta diisi,
Jadi makin dekat dengan yang memberi,
Pun ketika telah terisi,
Ingin makin mendekat lagi,
Niat keikhlasan coba terus dilurusi.

Kala matahari mulai terlihat sembunyi,
Pertanda bahwa ketenangan malam sedang menanti,
Untuk coba mensyukuri bahwa sungguh hari ini begitu berarti,
Lelah rasanya tidur semakin tak sadar diri,
Tentang kemarin sudah terlewati,
Banyak hal dipelajari,
Tentang esok nanti saja datang sendiri,
Siap sudah diri menghadapi.

Kala telah turun ketenangan hati,
Maka rasanya hidup semakin baik terlewati,
Sungguh baik Tuhan tak pernah ingkar janji,
Diri hanya tinggal menjalani sepenuh hati,
Sekuat diri, hingga nanti pulang bertemu lagi^^

Peran Masjid dalam Meningkatkan Kesadaran dengan Menumbuhkan Budaya Literasi Menggunakan Data Wise pada Proses Belajar Mengajar

Abad-21 atau era dimana mudahnya memperoleh informasi, seharusnya tidak menyulitkan seseorang untuk bisa belajar dan mengembangkan diri. Tetapi, perkembangan teknologi yang begitu pesat tak sebanding dengan kedewasaan manusia untuk bisa menyikapinya, terlihat dari dampak kecemasan, depresi serta berbagai hal negatif lainnya. Manusia mudah terbawa arus informasi sehingga kehilangan eksistensi dirinya, terjadinya konstruksi pikiran imajiner manusia atas realitas itu sendiri secara esensial. Dimana tidak ada kondisi yang ‘sebenarnya’, melainkan hanya representasi pikiran yang kemudian dianggap sebagai realitas. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan kesadaran manusia. Dimana akar masalahnya dapat dilihat dari kurangnya kemampuan manusia dalam “membaca” keadaan, hal ini terkait dengan kemampuan literasi. Kecepatan pertumbuhan teknologi serta arus informasi seharusnya sebanding dengan kemampuan manusia dalam menggunakan informasi tersebut untuk menghasilkan gagasan dalam penyelesaian permasalahan. Hal ini agar sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk memanusiakan manusia. Literasi yang baik akan membuat seseorang menjadi seorang pembelajar sepanjang hidupnya. Dimana setiap orang memiliki kehendak dan cita-cita tentang dirinya, serta harus menyadari konsekuensi tanggung jawab dari setiap pilihannya. Membangun peradaban ialah tentang meningkatkan kesadaran untuk setiap diri manusia untuk membangun dirinya dan bersama-sama membangun yang lainnya. Masjid dapat berperan dalam menyediakan lingkungan yang baik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dengan literasi informasi, menumbuhkan budaya literasi, berkolaborasi dengan pihak keluarga, sekolah dan komunitas, serta terus menerus melakukan perbaikan dengan data wise, agar setiap manusia dapat mengutuhkan dirinya sendiri di dalam kehidupan.
Kata kunci: data wise, informasi, literasi, masjid.

Otak dan Tanda Bahasa Dalam Keadaban Berbangsa

Tulisan ini adalah resume singkat oleh saya sebagai peserta terhadap webinar Disk-Line FSK FSRD ITB pada Minggu, 6 September 2020. Kajian lebih lengkap dapat diakses melalui channel YouTube LPPM ITB dengan judul tertera seperti di atas. Berikut sedikit uraiannya:

Bahasa seiring waktu telah mengalami perkembangan. Misalnya, dulu istilah untuk laki-laki yang belum menikah dimana seharusnya ia sudah menikah dipanggil dengan ‘bujang lapuk’, tapi sekarang istilah itu sudah mengalami perubahan makna menjadi ‘lajang’. Contoh lainnya, dulunya istilah ‘janda’ dan sekarang menjadi ‘orang tua tunggal’. Memasuki tahun 2000-an, ‘jomblo’ awalnya hanya kata dalam pergaulan sehari-hari saja, tetapi sekarang sudah masuk di dalam KBBI dengan kata ‘jomlo’. Dinamika bahasa itu terjadi sesuai dengan dinamika masyarakat itu sendiri. Lalu, bagaimana jika fenomena ini dilihat dari kacamata sains?

Otak dan Tanda Bahasa dalam keadaan kebangsaan (dr.Taufiq Pasiak)

Ekspresi salah satunya dituangkan dalam bahasa. Bahasa menjadi lambang, tak hanya sebagai bahasa berkomunikasi, tetapi tentang bagaimana cara kita mengeluarkan isi pikiran kita. Dulu, bahasa dan pikiran adalah hal yang berbeda, akan tetapi saat ini keduanya adalah hal yang sama. Bahasa adalah pikiran dan pikiran itu ialah bahasa.

Otak jika dilihat dari depan, bagian depannya secara evolusi ialah yang paling cepat mengalami perkembangan. Salah satu kemampuannya ialah kemampuan berbahasa. Kita akan tahu bahwa struktur di dalam otak itu mewakili hal-hal yang signifikan. Bagian-bagian di dalam otak itu menggambarkan hal-hal yang sangat luar biasa, dimana otak akan berkembang sedemikian rupa. Ada tiga temuan menarik bagaimana otak kemudian berkembang, yang kemudian perkembangan itu menjadikan manusia juga mengalami perkembangan.

  1. Gut brain connection: Ini adalah awal bagaimana evolusi berkembang, yaitu ketika manusia pertama kali menemukan api untuk memasak. Dengan penemuan itu, makanan menjadi lembut, sehingga energi manusia bisa fokus digunakan oleh otak dengan maksimal karena fungsi untuk mengolah makanan di usus menjadi berkurang. Usus dan otak hampir memiliki kesamaan. Hal hal yang diproduksi di usus lebih banyak menghasilkan hormon kebahagiaan dibandingkan apa-apa yang dihasilkan oleh otak manusia. Itulah kenapa bahwa manusia menjadi lebih bahagia saat perutnya baik.
  2. Belief generating machine. Bahwa otak itu seperti mesin hidup yang memproduksi kepercayaan. Jika tidak ada ini (kepercayaan), maka manusia akan kehilangan waktu untuk hal-hal seperti menghafal. Misalnya, kita memiliki kepercayaan bahwa makanan yang kita lihat ialah apel. Kita percaya dengan “nama” makanan itu, dan kita tidak perlu mengecek kamus bahwa itu ialah nasi goreng. Dalam perkembangan selanjutnya, bagian otak ini ditentukan oleh perkembangan kebudayaan. Salah satunya ialah agama. Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat kuat, karena berkaitan dengan masa depan. Jika tidak ada ini (kepercayaan), manusia akan mengalami kehidupan yang sulit. Itulah kenapa kita sangat memerlukan kepercayaan.
  3. Side effect: homo sapiens dan primata. Bahasa ialah hal yang sangat penting, hal ini bisa membedakan kita dengan makhluk lainnya. Karna ia adalah hal penting, kita ternyata harus membayar mahal akan hal itu. Diantaranya ialah halusinasi yang disebabkan oleh kesalahan persepsi. Menurut teori ini, gangguan jiwa yang dialami manusia ialah karena manusia mengenal bahasa tetapi tak bisa menguraikan ekspresi dirinya. Jika diperhatikan, ketika kita berbicara, kita akan menyadari bahwa bahasa itu membawa beban tersendiri. Ketika ekspresi bahasa itu salah, maka ada yang salah dengan pikiran manusia itu, sehingga kita tak boleh menganggap remeh ekspresi bahasa yang kita sampaikan.

Bahasa berkaitan dengan kemampuan otak manusia. Jika diperhatikan, ada banyak kata yang hilang pada setiap orde (zaman), tapi jauh lebih dari itu, tak hanya sekedar kata-kata yang hilang, hal itu menandakan ada hal-hal yang hilang dari alam pikiran manusia. Misalnya dulu kita mengenal istilah “tinggal landas” atau “pluralisme”. Ini melambangkan struktur berfikir manusia yang hilang dan berubah. Poin dari penjelasan diatas ialah bahasa dan pikiran adalah dua hal yang bisa diganti-ganti. Bahasa itu suatu statement yang melambangkan apa yang kita pikirkan.

FUNGSI EKSEKUTIF (Kulman, 2012)

Otak memiliki fungsi eksekutif sebagai seperangkat keterampilan berfikir, memecahkan masalah dan pengendalian diri. Memori ini isinya ialah paket-paket bahasa, diantaranya organization, planning, focus, time management, self-control, flexibility, memory dan self-awareness. Oleh karena itu memang, bahasa jauh lebih dari sekedar yang kita pahami sebagai bahasa komunikasi.

Pada bagian otak, ada area yang khusus menghasilkan bahasa, area ini disebut dengan ‘Broca’. Bagian ini berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami, akan tetapi ia bisa hilang. Apabila terjadi, maka terdapat masalah pada ‘eksistensi diri’. Jika kemampuan ini rusak, maka tentu pikiran itu akan rusak. Sehingga darinya perlu kita pahami kembali bahwa bahasa itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Orang linguistik mengatakan bahwa bahasa itu bisa membunuh kita lebih dari sejarah! Oleh karena itu istilah-istilah atau bahasa yang diproduksi itu dapat mewakili hal-hal yang dirasakan.

Apparatus vocalis

Apparatus vovalis berkaitan dengan alat-alat berbahasa. Misalnya, anatomi leher membuat kita mudah dalam berbicara, ketika leher kita baik berfungsi baik, maka mata kita kedepan dan pikiran kita lebih maju (kedepan). Sehingga, hal ini berkaitan dengan manusia yang mampu mengekspresikan masa depan (vision). Ketika manusia itu berdiri tegak, kemampuan manusia sangat luar biasa, dan ini adalah biaya yang sangat mahal yang harus kita bayar.

Slip of the tongue

Slip of the tongue atau biasa kita sebut dengan ‘lidah keseleo’ bukanlah hal yang sepele, hal ini terjadi jika orang tersebut berada dibawah tekanan stress, berada di bawah hal-hal di bawah kendalinya, karena dikondisikan oleh keadaan sekitar sehingga mengeluarkan kata-kata tertentu. Kembali kita mengingat bahasan di awal tadi bahwa bahasa dan pikiran itu adalah hal yang sebangun, maka jika apapun bahasanya mencerminkan pikirannya. Hal ini banyak terjadi di kalangan politikus, riset-riset sebelumnya di bidang ini juga menunjukkan bahwa politikus umumnya melakukan ini (slip of the tongue). Walaupun ini adalah hal yang spontan, tetapi itu melukiskan apa yang ada di pikiran. Kalimat yang tertata dengan baik, itu melukiskan apa yang ada di pikiran. Itu sebabnya kapasitas otak seseorang turut menetukan kapasitas berbahasa yang turut juga menentukan kualitas mutu kehidupan seseorang. Jika ekspresi bahasa mengalami kerusakan, maka terdapat pula kerusakan pada otaknya. Siklusnya dapat digambarkan sederhana: Kapasitas otak-> pembangunan bangsa -> mutu hidup -> kapasitas otak.

dr.Acep Iwan Saidi (Yang Terbungkam dalam Bahasa)

Fungsi utama bahasa bukanlah alat komunikasi, tetapi berfungsi untuk membebaskan manusia dari beban realitas. Hal Ini dapat kita lihat dari awal kelahiran manusia itu. Pada kisah nabi Adam A.S, beliau pertama kali diperkenalkan nama-nama benda. Saat itu pulalah ia diberi bekal untuk terbebas dari benda-benda itu dan benda-benda itu dipindahkan ke dalam bahasa. Misalnya, kita tidak perlu memiliki/membawa sebuah rumah ketika kita ingin menjelaskan sebuah rumah, sehingga melalui bahasa membuat kita menjadi terbebas, tak hanya dari benda, tapi dari berbagai hal termasuk makhluk hidup lainnya. Melalui bahasa, kita dapat memindahkan realitas. Sejak awal, bahasa adalah sesuatu yang tak terpisahkan dari manusia, bahkan ia adalah hal pertama yang Allah SWT ajarkan kepada Nabi Adam a.s, bahwa bahasa ialah diri manusia itu, bahwa bahasa ialah subjek. Lantas dengan itu, manusia bisa berkomunikasi dan berinteraksi. Oleh karena bahasa sudah melekat, bahasa menjadi sebuah tindakan.

Perbedaan antara subjek dan objek cukup sederhana. Bedanya, subjek adalah seseorang yang melakukan suatu aktivitas. Sementara objek adalah suatu benda yang dilibatkan dalam suatu aktivitas. Bagaimana masing-masing orang menghadirkan subjek, disana masing-masing mereka menyampaikan dirinya. Hal ini dapat kita perhatikan pada diri kita yang senang ketika menceritakan tentang diri kita kepada orang lain. Di dalam gaya bahasa, style itu ialah pengarang, bahasa ialah pengarang itu sendiri, sehingga style bahasa ialah cara kita dalam memahami. Subjek ini dapat berkembang menjadi subjek komunitas, subjek suku bangsa dan secara keseluruhan.

Komunikasi: Pertemuan antarsubjek

Bahasa sebagai subjek. Yang kita pahami di sekolah mestinya dipahami dalam subjektif bagaimana kita memahami bahasa itu, jadi seperti apa kita memahami diri kita di dalam subjek itu. Hal ini terkait dengan eksistensi manusia. Di dalam subjek itu, kita sedang mengatakan tentang kita.

Lalu, apa kabar bahasa Indonesia? Apakah bahasa indonesia masih menjadi subjek kita? Ketika kita berbicara bahasa Indonesia, hal ini tidak lepas dari pengaruh politik, yaitu politik perjuangan pada sumpah pemuda. Kenapa bahasa masuk ke dalam sumpah itu? Karena terdapat kesadaran tentang keadaan bangsa yang amat beragam sehingga memerlukan subjek yang mempersatukan.

Bagaimana bersatu menjadi menyatu? Ini didasari ruh kebudayaan. Alat pemersatu. Politik perjuangan itu dapat dibaca pada sila ke 3 (persatuan Indonesia), ini sila yang jejak kebudayaannya sangat eksplisit. Bukan kesatuan, tapi persatuan, yang menunjukkan ada ruh politik untuk menyatukannya, bukan bersatu dengan sendirinya. Ini adalah gelora ekspresi.

Bahasa yang dibersihkan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang dipengaruhi banyaknya bahasa daerah, harus bisa dibersihkan dengan mengefektifkannya, dengan cara menyempurnakan ejaannya. Dengan itu bahasa harus dikembangkan, bahwa bahasa adalah sebagai sistem.  Akan tetapi realitanya, kita mengenal bahasa sebagai ilmu pengetahuan yang kita pelajari di sekolah seperti Matematika dan Fisika, padahal sebenarnya basisnya berbeda. Perlu kita memahami bahwa bahasa Indoneisa bukan bahasa pengetahuan, tetapi bahasa kebudayaan.

KUASA PAROLE

  • Tak bermain dalam bahasa publik (Presiden ke-4 Indonesia: Gusdur). Meski beliau diakui mampu memperluas demokrasi, dimana ia tidak ikut bermain dengan bahasa. Ia melihat bahwa bermain dengan bahasa ialah bermain dengan taman kanak-kanak.
  • Bahasa diam yang kurang bicara (Presiden ke-5 Indonesia: Megawati).  Titik lemahnya ialah dari cara ia berbahasa, ia diam, tapi diamnya tidak terlalu canggih untuk mengeluarkan pembicaraan dari sana.
  • Bahasa melankolia (Presiden Indonesia ke 6 : SBY). Beliau menari dalam bahasa. Beliau sendiri banyak curhat, salah satunya menulis buku. Tarian bahasa itu ia ikuti, menjadikan fleksibilitas yang ia miliki, mampu membuatnya bertahan di dua periode kepemimpinan.
  • Kuasa perbincangan (Presiden Indonesia ke 7: Jokowi). Beliau senang ketika berada di antara perbincangan. Beliau terus menghasilkan bahasa, terus menabuh bahasa hingga titik maksimal. Menabuh itu harus efektif dengan mengoptimalkan strategi menabuhnya.

Saat ini, teknologi informasi itu kian hari menunjukkan kemampuannya berpartisipatif, dimana setiap orang bisa menjadi tuan rumah dari perbincangan itu sendiri. Itulah sebabnya sekarang kita masuk tradisi lisan digital. Situasinya menurut Bapak Acep sudah sangat berbahaya. Nyaris tidak bisa dibedakan antara satu hal dengan hal lainnya. Kita sedang berada di level ini, sebab tradisi lisan digital ini sudah tidak bisa dibendung. Bahkan Covid-19 tidak bisa menghentikan situasi ini, dimana tidak menjadikan suasana semakin sunyi, akan tetapi sebaliknya.  Titik balik dalam revolusi berbahasa ialah ketika kita overload dalam tuturan dan terowongan bahasa. Seringkali bahasa hanya menjadi gema, menjadi pauh. Ketika suatu bahasa seringkali dituturkan, maka akan terjadi penurunan makna. Bahasa menjadi semacam terowongan air di dalam tanah. Kita dibungkam oleh bahasa kita sendiri. Sesungguhnya sebagai warga negara kita tak lagi memiliki bahasa. Kita tidak lagi sebagai subjek. Barangkali menghidupkan kembali yang diam itu, kita harus berani menahan diri sejenak, reflektif dan menahan kembali apa yang disebut imajinasi, karena bahasa kita saat ini telah kehilangan imajinasi.

Prof. Yasraf Amir Piliang (Bahasa, Pikiran dan Peradaban)

SEMIOTICS

Penelitian oleh deSaussure (1990) menjelaskan tentang peran ‘tanda’ pada kehidupan sosial. Hal ini juga oleh  Peirce (1958) bahwa tanta atau representamen, ialah sesuatu yang bergantung kepada seseorang untuk sesuatu pada beberapa kapasitas. Semiotik berfokus kepada segala sesuatu yang bisa dijadikan tanda. Sebuah tanda adalah sesuatu yang bisa bisa diambil dan digantikan untuk sesuatu yang lain (Umberto, 1979).

Untuk selanjutnya, hal-hal terkait ini benar-benar teknis dan sulit ditulis resumenya hehe. Berikut closing statement dari pemateri:

Kang acep: diskusi itu seperti selemah-lemahnya iman.

Pak pasiak: kata-kata itu bisa membunuh dan bisa juga menguatkan, kita harus cermat memilih kata. Hati-hati dengan kata!

Pak Uda Yasraf: bahasa tidak hanya sebagai alat dan represensatif, tapi ia punya kuasa. Tergantung bagaimana ia digunakan. Ketika ia dikatakan tapi tidak dilaksanakan, dan kita sering sekali melihatnya. Bahasa dapat membunuh diri sendiri.

Kolom Opini

Seiring perkembangan zaman yang berevolusi, sudah sebaiknya kita juga melakukan hal tersebut pada cara kita berbahasa. Baik itu secara lisan, tulisan, ataupun bahasa yang kita gunakan terhadap obrolan dengan diri kita sendiri (bahasa hati?). Di era digital dimana setiap orang mudah untuk menyampaikan bahasanya, menjadi tantangan tersendiri untuk kita. Bahwasanya penting barangkali kita “menahan diri” terhadap hal-hal yang ingin kita sampaikan mengikuti suasana hati dan pikiran yang masih belum matang. Karena jika hidup adalah pertanggungjawaban, setiap apa yang kita ucapkan tetap juga merupakan pertanggungjawaban. Apa-apa yang telah terjadi termasuk kata yang seseorang ucap bisa saja menyakiti orang lain, dimana dalam menyampaikan, penting agaknya bagi kita untuk membaca situasi untuk dapat menyampaikannya dengan tepat. Kesalahan berbahasa berasal dari ketidakteraturan pikiran seseorang dan kurangnya kontrol diri. Maka dari itu, yuk kita belajar untuk menata pikiran dan menata cara kita kembali dalam berbahasa.

Bismillah~

Literasi Bukan (sekadar) Keberaksaraan

Tulisan ini ialah notulensi diskusi TalkLite Edisi 1 pada komunitas literasi ‘Eliterate’ yang pada kajian ini dibawakan oleh kang Aditya Firman Ihsan, yang ditulis kembali dari perspektif penulis. Berikut sedikit uraiannya:

Seorang Anonim pernah menyampaikan bahwa “Semesta itu terdiri dari kisah, bukan atom”. Lalu, katanya literasi adalah kunci kemajuan bangsa, menentukan kualitas manusia, harus ditanamkan sejak ujia belia, dan lainnya. Tapi, apa itu literasi? 

Selama ini, kita mengenal literasi ialah kegiatan membaca dan menulis. Lalu seiring waktu, kita mengenalnya dengan membaca, menulis dan diskusi. Dimana jika disederhanakan, literasi ialah interaksi dengan teks. Tapi, apa itu teks? 

Salah satu definisi ‘Teks’ dalam KBBI ialah ‘naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang’. Lalu, apakah teks merupakan segala sesuatu yang tertulis? 

Tidak. Teks berasal dari bahasa Inggris “text” (artinya: tulisan), yang diturunkan dari bahasa latin “textus” (artinya: dokumen/risalah), yang diturunkan lagi dari bahasa latin “texo/texere” (artinya: menenun/menganyam). Lalu, apa hubungannya kegiatan menenun dengan sebuah tulisan?

Dulu asal mulanya, kemampuan retorika ialah kemampuan yang terpandang. Dimana retorika memiliki kaitan yang erat dengan tulisan. Seorang filosof Yunani bernama Fabius Quintilianus mengatakan yang jika disederhanakan: “Bagaimana kita berorasi dengan baik, adalah tentang bagaimana kata-kata tersebut ditenun dengan baik sehingga menghasilkan kain yang lembut”. 

Kata-kata yang terjalin dan membentuk makna, itulah teks. Akan tetapi, cukupkah hanya kata-kata yang jika terjalin akan membentuk makna? 

Tidak cukup, karena tidak hanya kata-kata yang membentuk makna. Mengutip istilah dalam biologi “Emergent properties”, yaitu makna/sifat yang muncul secara unik dari kesatuan jejaring komponen-komponen individual, menunjukkan betapa bermaknanya sesuatu yang berjejaring. Misalnya saja sebuah sel. Sel, terdiri dari bagian yang lebih kecil lagi seperti inti sel, mitokondria, dan lain-lainnya yang jika berkumpul berjejaring akan membentuk “jaringan”, dimana jaringan ini jika berkumpul berjejaring akan membentuk “organ”, dimana kumpulan organ bila berjejaring bisa menjadi seorang manusia, yang memiliki kesadaran, yang bisa bergerak. Contoh lainnya ialah pada alfabet yang hanya terdiri dari 26 huruf (A hingga Z), akan tetapi ketika huruf-huruf tersebut berkumpul dan berjejaring akan menjadi begitu banyaknya buku selama berabad-abad lamanya sehingga darinya terbentuknya peradaban dari ‘hanya’ dari 26 huruf alfabet tersebut. 

Makna, terkait erat dengan memahami. Segala sesuatu yang dilihat secara utuh akan membantu kita dalam memahami. Misalnya menonton film ditengah-tengah ataupun film ditengah-tengah tanpa mengetahui latar belakang ataupun pendahuluannya bisa membuat kita menjadi bingung, karena kita memahaminya hanya dari satu atau beberapa bagian saja.

Membaca buku, membaca artikel, membaca naskah, bukan hanya sekedar memaknai satu hingga dua kalimat saja. Akan tetapi, membaca tulisan berarti mengaitkan setiap kalimat yang ada dalam satu kesatuan konteks, dan mengambil makna keseluruhan darinya. Mengekstrak makna baru secara utuh inilah yang disebut proses membaca. 

Membaca tulisan berarti mengaitkan setiap kalimat yang ada dalam satu kesatuan konteks dan mengambil makna keseluruhan darinya. Jadi, apa itu teks? 

Teks bukan hanya sekedar kata-kata, tapi teks adalah apapun yang terjalin dan membentuk makna. Maka, menulis adalah menjalin, menenun, merangkai setiap entitas kecil dalam satu kesatuan yang bermakna. Dan juga, membaca ialah menemukan, mengidentifikasi, mengeksplorasi, setiap makna yang terkandung dalam berbagai hal. 

Baca-tulis, ialah proses universal mencipta dan menyerap makna. Di dalam kehidupan, ada siklus yang berulang membentuk pola, yang jika disederhanakan terdiri dari “apa yang kita alami” dan “apa yang kita lakukan”. Dimana ‘pengalaman’ kita akan menentukan ‘tindakan’ kita selanjutnya, yang darinya akan terbentuk ‘pengalaman’ yang baru, yang darinya kan terbentuk ‘tindakan’ selanjutnya. Kedua hal ini, jika ditarik persamaannya ialah sama dengan proses membaca dan menulis. Membaca ialah belajar dan memaknai. Menulis ialah berkarya dan bertindak. Siklus baca-tulis ini tidak hanya sekedar aksara, tapi merupakan inti dari pengembangan manusia dan merupakan jantung dari pendidikan itu sendiri. 

Seandainya ada buku mengenai cara berenang yang baik dengan benar, setiap manusia yang belum pernah masuk air, meskipun sudah hafal mati buku tersebut, tetap akan kesusahan ketika pertama kali mencoba berenang. Hal ini menunjukkan walau seberapa baiknya seseorang belajar dari pengalaman orang lain, ia akan tetap merasakan pengalaman yang berbeda dari yang lainnya. Dimana hal ini menunjukkan bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan, setinggi apapun itu, tidak menjamin apa-apa mengenai kualitasnya sebagai sesosok manusia yang utuh. Basis pengetahuan (dan kebijaksanaan) inilah yang kita sebut “teks”, yang bukan hanya sekedar aksara. 

Menjadi manusia adalah proses terus menerus menulis setiap momen kehidupan yang memang baru kita alami pertama kali ini dengan berbagai usaha, agar tanpa henti bisa mengalami dan membaca pengalaman tersebut sebagai bahan pemahaman yang lebih matang akan makna yang ia miliki sebagai manusia. Itulah proses literasi yang universal, ialah tentang bagaimana kita menuliskan hidup kita melalui pengalaman tanpa henti, dan bagaimana kita membaca pengalaman tersebut dengan makna-makna yang utuh. Lalu, jika begitu, apakah berarti keberaksaraan (baca-tulis secara aktivitas) tidak dibutuhkan? 

Tentu aksara dibutuhkan, dan bahkan ia memiliki keduduan tersendiri yang tak tergantikan. Karena tidak semua pengetahuan murni diperoleh dari pengalaman sendiri. Sebagian ilmu dan pengalaman tersebut berasal dari orang lain, yang perlu kita baca dari karya-karya mereka. Misalnya, kita tidak perlu mengulang perjalanan Newton di bawah pohon untuk kemudian menemukan hukum gravitasi. Kita cukup mempelajarinya dari yang diajarkan guru kita tentang hukum tersebut. Dan setiap dari kita pun harus berbagi pengalaman dan pengetahuan melalui tulisan-tulisan kita. Akan tetapi, berbagi tidak harus via tulisan. Pengalaman bisa saling dibagikan melalui musik, lisan, lukisan, apapun bentuk teksnya. Hal ini karena tidak semua orang punya kemampuan merangkai kata, seperti halnya tidak semua orang punya kemampuan merangkai nada ataupun warna. 

Manusia, bukan ditentukan dari pengetahuannya, dan dengan itu, bukan juga dari buku-buku yang dibacanya, tapi dari keutuhannya dalam menjalani hidup, membaca yang dialami secara utuh dan kritis, dan kemudian mentransformasikannya dalam tulisan ekspresi yang juga utuh dan kritis. 

Aktivitas literasi harus di eksistensi agar tidak sesempit aktivitas baca dan tulis dengan buku-buku yang menumpuk atau tulisan-tulisan yang berceceran. Namun menjadi sebuah aktivitas penyaluran hidup agar menjadi manusia seutuhnya. 

Hal ini juga didukung oleh era informasi saat ini dimana media sudah multi tidak uni. Apapun teksnya, semua tetap kembali pada kemampuan berinteraksi dengannya, bagaimana menuliskannya dan bagaimana membaca maknanya. Dan juga wawasan yang luas memang bukan jaminan akan bijaksananya respon yang diberikan terhadap keadaan, mengingat anomali di dunia maya yang setiap orang bisa menyampaikan opininya, menjadikan kita sulit membedakan mana kaum intelektual dan mana yang awam. 

Jika dibilang Indonesia tengah mengalami krisis literasi, hal ini karena minimnya kemampuan membaca keadaan dengan baik, dan bagaimana menuliskan ekspresi sebagai respon dari bacaan tersebut.

Sekian, semoga bisa hadir di TalkLite Edisi 2 tanggal 11 September 2020 nanti dan semoga bermanfaat~

Nostalgia perfilm-an

Bismillah. Bagi ku, film seperti pedang bermata dua, yang memiliki sisi negatif dan positif, bergantung kepada apa-apa yang film itu bermaksud hadirkan dan kepada setiap penonton dalam memaknainya. Sebuah film bisa menjadi sarana untuk kita bisa melihat sisi lain dunia, memberi sedikit kesegaran kepada rutinitas harian, terlebih jika kita mampu mengambil pelajaran di dalamnya.

Sebuah film, sebaiknya hanya ditonton di kala luang saja, bukan sebagai kegiatan utama yang bisa menjadikan seseorang lupa akan kehidupan nyatanya. Hal ini bisa dilihat dari orang-orang yang kecanduan drama korea ataupun anime sehingga menjadikan seseorang memiliki banyak angan dan cenderung lalai akan hal-hal yang harus disyukuri dan bisa untuk diperjuangkan di kehidupan nyatanya. Sebuah film, sebaiknya mampu membuat seseorang semakin sadar, tentang dirinya ataupun hal-hal di sekitarnya. Ya, menurut ku begitu hehehe.

Aku termasuk cukup jarang menonton film, walaupun jarang atau sering adalah hal yang relatif untuk setiap subjek. Akan tetapi aku akan coba sedikit mengulas film-film di bawah ini yang aku suka! Let’s get started~

  1. Laskar pelangi (2008)

Film ini mengingatkan tentang betapa berharganya mimpi, pendidikan dan persahabatan. Bahwasanya kita memang harus memiliki mimpi, walau mungkin kita tak benar-benar menginginkannya. Barangkali dengan mimpi itu, seseorang bisa akan terus bertahan hidup. Barangkali dengan mimpi itu, seseorang bisa terus menikmati indahnya perjalanan di dalam kehidupan ini. Pendidikan ialah proses yang harus dilalui seseorang dalam mengutuhkan dirinya sendiri, dalam perjuangan meraih mimpi di kehidupannya. Persahabatan kan menjadikan seseorang dapat bertahan dalam prosesnya, menjadikannya indah, menjadikannya hangat dan rindu untuk dikenang.

2. Ketika Cinta Bertasbih (2009)

Film ini mengingatkan tentang perjuangan cinta yang bagaimanapun jalannya akan tetap bisa bertemu, seperti cinta Azzam dan Anna. Melihat sosok Azzam yang lulusan Al-Kairo Al-Azhar yang tak hanya memiliki keterbatasan ekonomi sehingga ia berkuliah sambil bekerja membiayai keluarganya, lalu begitu sulit ia menemukan jodoh, mengingatkan ku bahwa kehidupan selalu dipenuhi oleh ujian. Keikhlasan, prasangka baik, perjuangannya, pada akhirnya mempertemukan ia dengan jodohnya:”).

3. Ayat-ayat Cinta (2008 dan 2017)

Film ini bercerita tentang sosok Fahri yang diam-diam dicintai oleh banyak wanita karena kebaikan dan ketulusan hatinya. Mengingatkan ku bahwa agaknya laki-laki memang harus cepat menikah ya, untuk menghindari fitnah wanita yang berharap kepadanya (wkwk). Aisha yang menyembunyikan identitasnya dari suaminya menurut ku sebuah sikap yang tidak bijak, karena tidak ada kejujuran di dalamnya dan pada akhirnya hanya akan menyiksa dirinya dan suaminya (Fahri). Di film ini membuat ku tersadar bahwa tidak ada persahabatan antara seorang wanita dan laki-laki, seperti Fahri dan Maria, dimana suburnya benih cinta di hati Maria~

4. Detective Conan (1994- now)

Serial manga dan anime ini usianya saat ini sudah 26 tahun:”). Aku hanya membaca dan menonton beberapa episode saja. Akan tetapi, untuk serial movie aku mengikutinya (sampai saat ini sudah 23 movie). Banyak penggemar yang meminta agar manga dan anime ini untuk segera tamat karena plot ceritanya sudah kemana-mana, dimana menjauh dari jalan cerita utamanya. Tapi, aku termasuk orang yang tidak begitu peduli dengan bagaimana akhir dari cerita ini dan bahkan bagi ku sangat menarik di saat aku tidak tahu ending ceritanya. Bagi ku, menikmati anime ini seperti sekedar menikmati saja. Tidak ada ekspektasi apa-apa di dalamnya dan hanya sekedar menikmati tentang proses berfikir analitis dan kreatif di dalamnya. Adanya berbagai masalah yang terjadi serta adanya jalan penyelesainnya membuat ku semakin kagum dengan Allah subhanallah ta’ala:”). Jika jalan cerita anime ini sangat detail dan terperinci tentang setiap hal di dalamnya, bagaimana dengan kehidupan ku beserta seluruh makhluk hidup di dunia ini di atur oleh Allah SWT:”). Ya, aku sangat merasa bersyukur bahwa aku seorang muslim…hehe (maafkanoot).

5. Magic Kaito (1988)

Serial manga in sudah dibuat oleh Aoyama Gosho sebelum pembuatan Detective Conan. Kuroba Kaito, yaitu seorang Kaito Kid yang berusaha menggantikan ayahnya untuk mencari kebenaran tentang pembunuhan ayahnya. Bagi ku, Kuroba Kaito adalah tokoh yang sangat keren, kebaikan hati dan kepercayaan dirinya mampu membuat begitu banyak orang tersihir oleh pesonanya. Aku sangat kagum dengan orang yang mengenal dan percaya pada dirinya, dan menurutku orang Jepang itu memiliki jati diri yang ia menghormati dan memperjuangkannya. Bagi ku, membangun citra diri itu sangat penting dalam menentukan kebahagian seseorang, bukan tentang bagaimana orang lain mengenal kita, tapi tentang bagaimana diri mengenal diri sendiri.

6. Frozen (2013 dan 2019)

Walaupun film ini fiksi, tapi setiap adegan ataupun soundtrack di dalamnya, memiliki banyak sekali makna kehidupan. Seperti misalnya soundtrack ‘Let it go, ‘The next right thing’, ‘When I am older’, dan berbagai hal lainnya. Membayangkan Elsa mengurung diri di kamarnya bertahun-tahun lamanya disertai dengan kebenciannya pada diri sendiri dan Anna yang kehilangan sosok kakak yang dikenalnya, ialah hal yang sulit. Melihat Elsa yang kemudian menemukan jati dirinya juga mengingatkan ku bahwa peran orang tua sangat penting dalam pembentukan citra diri seorang anak sesuai dengan fitrahnya.

7. Naruto (1997)

Aku juga tidak mengikuti semua serial manga, anime ataupun the movie-nya. Akan tetapi, Naruto membuat ku belajar tentang dunia imajinasi ninja, persahabatan dan perjuangan. Membayangkan dunia ninja yang begitu banyak sekali pembunuhan, bagi ku adalah sesuatu yang sangat berat. Akan tetapi, kita selalu punya pilihan untuk terus berprasangka baik dan berjuang di dalamnya. Membuat ku belajar bahwa manusia sebaiknya tidak memiliki kekuatan ninja, terlebih jika ia tidak mengenal Tuhan, karena bisa berantakan semuanya:”). Di serial ini, aku termasuk orang yang suka dengan Hinata, serta banyak sosok inspiratif lainnya

8. Harry Potter (1997 – 2007)

Aku hanya menonton serial movie-nya, dan bagi ku kisah ini sangat imajinatif dan mengingatkan ku bahwa keberadaan orang tua adalah karunia terindah untuk seorang anak. Walau seseorang anak telah kehilangan orang tuanya semenjak ia lahir, ia tetap bisa menjadi anak yang keren dan luar biasa, karena Allah SWT pasti akan menjaganya, seperti Harry Potter misalnya.

9. Cinta Suci Zahrana (2012)

Membaca novelnya jauh lebih membuat ku menangis di bandingkan menonton filmnya. Kisah Zahrana, seorang wanita cerdas yang terlambat untuk menikah, mengingatkan ku akan permasalahan yang wanita alami pada umumnya. Perjuangan Zahrana menemukan jodohnya, membuat ku belajar bahwa setiap orang akan diuji akan hal-hal yang ia junjung tinggi. Film ini mengingatkan bahwa sebaikya menikah adalah sesuatu yang harus dipersiapkan dan diperjuangkan.

10. Taare Zameen Par (2007)

Film ini begitu sangat haru dan menyentuh. Bahwa sebaiknya orang tua membantu anak untuk bisa mengenal dirinya dengan baik tanpa memaksakan kehendaknya. Bahwa setiap orang memiliki momentum titik balik untuk bisa menjadi dirinya sendiri dalam versi terbaiknya. Bahwa peran guru sangat penting untuk memaksimalkan proses belajar setiap muridnya. Bahwa mengenal jati diri ialah sangat penting untuk setiap orang agar bisa baik-baik saja dalam kehidupan. Bahwa prestasi tak hanya sesuatu yang bernilai angka di rapot anak-anak kita, tapi sesuatu yang bisa kita hargai dan syukuri. Bahwa sebaiknya orang tua tak membeda-bedakan anak dalam memberi perlakuan. Sebuah film yang keren banget! Mengajarkan tentang pendidikan dan keluarga.

Mungkin sekian sedikit nostalgia singkat film-film yang pernah aku tonton atau tonton sebagian. Bahwa masing-masing kita adalah pemeran utama dalam kehidupan kita, yang meski apapun peran itu akan kita pertanggungjawabkan kelak nantinya, semoga akhirnya bisa happy ending:”).

Design a site like this with WordPress.com
Get started